Kelahiran AI, Konferensi Dartmouth College 1956
Sejarah artificial intelligence (AI) atau dalam bahasa indonesia kecerdasan buatan dimulai dari konferensi yang diadakan di Dartmouth College di Hanover, Amerika Serikat pada tahun 1956. Inisiatif konferensi ini dimulai oleh John McCarthy, seorang ilmuwan komputer dari MIT (Massachusetts Institute of Technology).
McCarthy adalah orang yang mempopulerkan istilah “Artificial Intelligence” (kecerdasan buatan) untuk menggambarkan upaya untuk mengembangkan komputer dan program yang dapat melakukan tugas-tugas yang memerlukan kecerdasan manusia. Meskipun hasil konferensi ini tidak langsung menghasilkan terobosan teknologi yang revolusioner, itu membantu menetapkan dasar untuk penelitian dan perkembangan selanjutnya dalam bidang AI. Konferensi Dartmouth menjadi titik fokus dalam sejarah perkembangan AI.
AI Winter Pertama (1970-1980)
Setelah awal yang penuh harapan dalam pengembangan AI pada tahun 1950-an dan 1960-an, perkembangan teknologi tidak memenuhi ekspektasi yang tinggi. Hasil yang kurang memuaskan dari proyek-proyek AI, seperti sistem penerjemah bahasa yang tidak efektif dan program pemecah masalah yang terbatas. Hal tersebut menyebabkan penurunan minat dari pemerintah dan industri terhadap pendanaan proyek-proyek AI.
Salah satu momen kritis dalam AI Winter pertama adalah ketika penelitian di bidang pemrosesan bahasa alami mengalami kesulitan besar. Hasil yang buruk dan biaya yang tinggi membuat banyak orang mulai meragukan potensi teknologi ini. Akibatnya, banyak proyek dan laboratorium penelitian di bidang AI tutup dan pendanaan menurun drastis.
Boom (1980-1987)
Masa “boom” AI pada tahun 1980-an adalah periode dimana kecerdasan buatan (AI) mendapatkan perhatian besar, didorong oleh optimisme yang tinggi terhadap potensi teknologi ini. Pada awal dekade ini, ada banyak harapan terhadap potensi AI, yang mengarah pada peningkatan penelitian, perkembangan teknologi, dan investasi dalam berbagai proyek AI. Namun, optimisme ini akhirnya terbukti berlebihan. Meskipun ada beberapa perkembangan menjanjikan, teknologi AI pada saat itu masih belum cukup matang untuk memenuhi harapan yang tinggi.
Beberapa proyek besar mengalami kegagalan dan kemajuan yang diharapkan tidak tercapai. Hal ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya AI Winter, yang dimulai pada akhir 1980-an dan berlanjut hingga awal 1990-an.
AI Winter Kedua (1987-1993)
Setelah beberapa usaha kecil dalam AI, teknik dan pendekatan baru seperti neural network dan pembelajaran mesin mendapatkan perhatian pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Akan tetapi meskipun ada beberapa perkembangan menjanjikan, AI kembali mengalami AI Winter pada akhir 1990-an.
Kemunduran ini terkait dengan beberapa faktor, termasuk kesulitan dalam melatih jaringan syaraf tiruan (neural network) yang dalam skala besar, serta kekurangan data dan daya komputasi yang diperlukan untuk mendorong kemajuan AI. Selain itu, harapan yang berlebihan terhadap AI yang mampu menyelesaikan segala masalah menyebabkan kekecewaan ketika teknologi tidak mampu memenuhi harapan tersebut.
AI Spring (1993-2011)
“AI Spring” pada tahun 1993 adalah waktu pemulihan dan peningkatan minat dalam bidang Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) setelah masa AI Winter yang telah berlangsung. AI Spring ini ditandai dengan adanya perkembangan positif dalam penelitian, perkembangan teknologi, dan minat dari industri dan masyarakat terhadap AI.
Meskipun “AI Spring” pada tahun 1993 membawa kembalinya minat dan investasi dalam bidang AI, tidak semua kendala telah diatasi. Tantangan teknis dan ekspektasi yang realistis tetap menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan AI. Periode ini memberikan dorongan baru bagi pengembangan AI yang akan terus berkembang dalam beberapa dekade berikutnya, terutama pada era di mana perkembangan dalam teknik pembelajaran mesin, seperti deep learning, menghasilkan kemajuan yang signifikan.
Deep Learning, Big Data dan Artificial General Intelligence (2011-sekarang)
Masa ini adalah masa dimana teknologi AI mengalami perkembangan yang signifikan dalam berbagai aspek, mencakup penggunaan deep learning untuk pemrosesan data besar (big data) dan perbincangan tentang potensi pencapaian Artificial General Intelligence (AGI). Ini adalah masa di mana AI semakin mengintegrasikan dirinya dalam berbagai bidang kehidupan dan menjadi topik penting dalam diskusi ilmiah, etika, dan budaya.
Kemajuan besar dalam deep learning pada awal 2010-an memungkinkan komputer untuk memodelkan data yang kompleks dan mengambil keputusan yang semakin akurat dalam berbagai tugas. Jaringan saraf dalam skala besar digunakan untuk pengenalan gambar, pemrosesan bahasa alami, pengenalan suara, dan banyak lagi. Di sinilah big data memainkan peran penting. Ketersediaan data yang besar dan beragam memungkinkan algoritma AI untuk belajar pola yang lebih baik dan menghasilkan hasil yang lebih akurat.
Artificial General Intelligence (AGI) merujuk kepada jenis kecerdasan buatan yang setara dengan kecerdasan manusia dan mampu menyelesaikan berbagai tugas intelektual dengan fleksibilitas yang mirip dengan manusia. Meskipun AGI masih merupakan tujuan jangka panjang dan sangat kompleks, perbincangan tentang potensi dan tantangan yang terkait dengan AGI semakin intens.
Salah satu pemanfaatan AI adalah meningkatkan efisiensi industri. Baca lebih lanjut di artikel : Meningkatkan Efisiensi Industri Manufaktur dengan Machine Learning (AI)
Ada juga keprihatinan terkait etika seputar penggunaan AI, termasuk masalah privasi data, bias algoritma, dan dampak sosial dari penggantian pekerjaan manusia oleh otomatisasi. Oleh karena itu, sementara era ini ditandai dengan perkembangan yang mengesankan dalam AI, ada juga kebutuhan untuk pengembangan yang bertanggung jawab dan kesadaran akan implikasi sosial, etika, dan hukumnya.