
Beberapa tahun yang lalu, kata “designer” sering diartikan sebagai 1 hal yaitu : desain grafis. Kemudian seiring berjalannya waktu dan disertai meningkatnya permintaan pasar produk digital terutama di dunia mobile apps development, baik mobile apps development Android ataupun mobile apps development iOS, designer kini diminta untuk dapat membuat produk yang enak dilihat dan enak digunakan. Banyak perusahaan yang kini berinvestasi untuk memastikan pelanggan/pengguna memiliki pengalaman yang positif terhadap produk mereka, akibatnya mempekerjakan perancang UX menjadi salah satu prioritas penting di dunia bisnis.
Pengalaman Pengguna / User Experience (UX) merupakan salah satu bidang yang penting dalam pengembangan produk digital terutama di dunia aplikasi mobile. Don Norman, Co-Founder dari Norman Nielsen Group Design Consultancy berpendapat UX dalam bisnis mencakup semua aspek interaksi yang dilakukan end-user terhadap perusahaan sampai ke produk/pelayanannya.
Secara umum, desain UX adalah proses meningkatkan kepuasan user dengan meningkatkan fungsi, aksesibilitas, dan kesenangan yang dikemas dalam interaksi antara pengguna dan produk.
Sementara desain UX secara proses dapat diterapkan untuk setiap produk, dalam artikel ini kami akan menjelaskan proses UX di dunia mobile apps development terutama mobile apps development Android ataupun mobile apps development iOS.
Pada dasarnya, desain UX adalah tentang menciptakan pengalaman (experience) yang dapat digunakan orang dengan mudah dan menyenangkan. Kunci dari desain UX adalah belajar bagaimana membuat user menerima pengalaman itu sebaik mungkin, 3 faktor yang harus diperhatikan oleh perancang UX adalah usability, look, dan feel.
Bagaimanapun juga, desain UX tidak semata-mata hanya mengenai pengguna saja. Memenuhi tujuan bisnis dari produk dan menyelaraskan tujuan bisnis dengan tujuan pengguna juga sama pentingnya. Pada akhirnya, tujuan perancang UX adalah untuk menghubungkan sasaran bisnis dengan kebutuhan pengguna melalui proses penelitian, pengujian dan penyempurnaan.
“Desain UX adalah tentang menemukan titik temu antara kebutuhan pengguna dan tujuan bisnis”
Desain UX juga membutuhkan proses seperti pada bidang desain lainnya. Tetapi, tidak seperti desain grafis, proses desain UX dimulai jauh sebelum kita melakukan “coret-coret” pada artboard. Berikut dua contoh ilustrasi yang membedakan proses desain grafis dan desain UX:
Desain UX terdiri dari serangkaian fase seperti penelitian pengguna (user research), ide (ideate), purwarupa (prototype) dan pengujian (testing). Aktualnya, proses desain UX bisa diaplikasikan di produk apapun. Contohnya, Anda bisa mengaplikasikan proses UX pada desain mobil, rak buku, pintu, dll.
Grafis Desain dan Desain UX memiliki banyak persamaan, itulah mengapa desainer grafis yang sudah kuat dalam pengalamannya akan lebih mudah untuk beralih ke desain UX. Oleh karena itu, merupakan hal yang penting jika kita bisa mengetahui apa saja perbedaan dari dua bidang ini.
Benefit yang didapat jika Anda memiliki background sebagai desainer grafis adalah keterampilan yang sudah Anda miliki selama menjadi desainer grafis masih relevan dengan desain UX, sehingga beberapa keterampilan berikut dapat membantu proses transisi Anda:
Baik desainer grafis maupun desainer UX, mereka sama-sama menciptakan hubungan emosional kepada pengguna/audiensnya.
Keterampilan seorang desainer grafis selalu berorientasi pada pertimbangan detail yang bijak, seperti saat desainer melakukan penyelarasan layout maupun menemukan kerning teks yang pas.
Desainer adalah seorang problem-solver, Desainer Grafis dan Desainer UX sama-sama ahli dalam berpikir kreatif dan memecahkan masalah dengan desain.
Untuk memahami bagaimana pemikiran kreatif membantu proses desain UX, Anda harus bisa mendefinisikan apa itu design thinking terlebih dahulu, karena proses desain UX sering berpicu pada metode yang dinamakan design thinking methodology. Design Thinking adalah proses berulang-ulang yang terdiri dari beberapa tahap berupa : Empathize, Define, Ideate, Prototype, Test. Dalam metode ini. Setiap pertanyaan, ide, dan solusi yang di dapat akan “dimasak” terus menerus sampai menemukan solusi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Konvensi adalah aturan tidak tertulis atau kebiasaan yang diterima pengguna dan dilakukan secara berulang-berulang. Dalam hal User Interface (UI), konvensi bisa berupa shape, color, icon, layout, atau apapun yang dapat diidentifikasi pengguna dengan mudah. Untuk menunjukkannya, perhatikan konvensi warna dan bentuk penggunaan dalam contoh di bawah ini.
Contoh pertama menunjukan dua konvensi yang kuat untuk menyampaikan bahaya, yaitu warna merah dan bentuk belah ketupat. Meskipun kedua contoh terdapat kata “warning”, contoh pertama dapat langsung menyampaikan pesan meskipun kita tidak membaca kata “warning”. Contoh kedua membutuhkan teks agar kita dapat mengidentifikasi maksud dari sign tersebut. Untungnya, banyak desainer grafis yang sudah akrab dengan ilmu konvensi ini, sehingga mereka cenderung mudah beradaptasi untuk menjadi seorang desainer UX.
Salah satu benefit bagi desainer grafis ketika beralih ke desain UX adalah mereka dapat membuat hal-hal menjadi sesuatu yang atraktif. Desainer memiliki intuisi alami untuk membuat sesuatu menjadi kuat secara estetika dengan menggunakan prinsip-prinsip desain dan hierarki visual. Estetika sangat mempengaruhi experience bahkan usability dari suatu produk. Estetika bisa meningkatkan pengalaman pengguna dari sebuah produk dengan membuat si pengguna merasa nyaman. Jadi, grafis desain adalah aset saat Anda mengerjakan proyek UX.
Seperti yang disebutkan diatas, fase purwarupa juga akrab dilakukan desainer grafis dan desainer UX. Seorang desainer grafis sering membuat desain tiruan (mock-up) sebelum memberikan desain final. Hal ini berguna untuk mendemonstrasikan pekerjaan mereka kepada klien untuk menerima feedback, dan menyempurnakan desain berdasarkan feedback. Desainer UX juga membuat purwarupa, tetapi cenderung tidak berfokus pada tampilan visual produk dan lebih berfokus pada usability dan feel dari pengalaman penggunanya. Saat membuat purwarupa, desainer UX akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
“Apakah ini mudah digunakan oleh pengguna?”
“Apakah ini berguna bagi pengguna?”
“Apakah ini yang diinginkan pengguna?”
Banyak yang beranggapan bahwa ilmu UX itu dikhususkan untuk orang-orang berbakat atau untuk mereka yang sudah mengikuti seminar-seminar tersertifikasi, hal itu tidaklah benar. Beralih karir dari desain grafis ke desain UX tidaklah sesulit yang Anda kira, kesenjangan antara keterampilan desain grafis dan keterampilan desain UX masih dapat diatasi. Para desainer grafis sudah bisa berbicara dengan bahasa desain, tinggal perlu dipoles saja untuk dikembangkankan menjadi desain UX.