Blog Home
Table of Content

Paradoks AI: AI Terlalu Canggih, Konsumen Malah Lari?

By : crocodic 26 May 2025

Paradoks AI: AI Terlalu Canggih, Konsumen Malah Lari?

Image by Freepik

Artificial Intelligence (AI) telah menjadi salah satu teknologi paling disruptif dalam dekade terakhir. Berbagai perusahaan berlomba-lomba mengadopsi dan mengimplementasikan AI dengan janji-janji revolusioner yang akan mengubah cara bisnis beroperasi. Namun di balik gemerlap inovasi dan janji-janji teknologi canggih, muncul fenomena yang mulai dirasakan oleh pasar: AI fatigue

Fenomena ini terjadi ketika pasar mulai jenuh dengan solusi AI yang terlalu menjanjikan (overpromise) namun tidak memberikan nilai bisnis yang nyata. Banyak perusahaan yang telah menginvestasikan sumber daya besar untuk implementasi AI canggih, namun pada kenyataannya teknologi tersebut tidak sepenuhnya menjawab kebutuhan bisnis mereka yang sebenarnya. Akibatnya, kepercayaan terhadap teknologi AI mulai menurun, dan skeptisisme mulai meningkat.

Dalam teknologi yang terus berkembang ini, muncul pertanyaan penting: apakah lebih baik memiliki AI yang sangat canggih secara teknologi atau AI yang benar-benar relevan dengan kebutuhan bisnis? Tulisan ini akan mengeksplorasi mengapa AI yang relevan jauh lebih bernilai daripada AI yang hanya hebat secara teknologi, dan bagaimana pendekatan yang tepat dapat membantu bisnis mengatasi AI fatigue yang semakin meluas.

Berdasarkan penelitian terbaru dan data faktual dari artikel jurnal terpercaya, kita akan melihat bagaimana AI yang dirancang dengan mempertimbangkan konteks dan kebutuhan spesifik pengguna dapat memberikan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan AI yang hanya mengejar kecanggihan teknologi semata. Dan lebih penting lagi, kita akan membahas bagaimana Crocodic, sebagai penyedia solusi teknologi di Indonesia, dapat membantu bisnis mengembangkan AI yang tepat guna dan menghindari jebakan overpromise yang sering menyebabkan AI fatigue!

Apa itu AI Fatigue?

AI fatigue adalah fenomena yang terjadi ketika pengguna atau organisasi mengalami kelelahan, frustrasi, atau skeptisisme terhadap teknologi AI akibat ekspektasi yang tidak terpenuhi atau kompleksitas yang berlebihan. Fenomena ini semakin meluas seiring dengan maraknya implementasi AI yang tidak memberikan nilai sesuai dengan yang dijanjikan.

Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Retailing and Consumer Services oleh Li & Kang (2025) mengungkapkan bahwa AI yang sangat canggih dapat menawarkan rekomendasi yang beragam dan opsi yang sangat dipersonalisasi, namun juga dapat membuat konsumen kewalahan, meningkatkan kelelahan dalam pengambilan keputusan (decision fatigue) dan penundaan dalam mengambil tindakan. Penelitian ini menggunakan kerangka stressor-strain-outcome untuk menggambarkan bagaimana kecanggihan AI dapat bertindak sebagai stimulus yang menyebabkan stres (stressor) pada decision fatigue (strain), yang kemudian mempengaruhi perilaku pengguna (outcome).

“Meskipun AI canggih menawarkan rekomendasi yang beragam dan opsi yang sangat dipersonalisasi, hal ini dapat membuat konsumen kewalahan, meningkatkan kelelahan keputusan dan penundaan pembelian” (Li & Kang, 2025). Namun, penelitian yang sama juga menekankan bahwa AI canggih memiliki potensi untuk memfasilitasi pengambilan keputusan konsumen jika dirancang dengan mempertimbangkan persepsi dan kebutuhan pengguna.

AI fatigue tidak hanya mempengaruhi pengguna akhir tetapi juga organisasi yang mengimplementasikan teknologi tersebut. Banyak perusahaan yang telah menginvestasikan sumber daya besar untuk proyek AI hanya untuk mendapatkan hasil yang tidak sebanding dengan investasi yang dikeluarkan. Hal ini menyebabkan skeptisisme terhadap nilai bisnis AI dan keengganan untuk melakukan investasi lebih lanjut dalam teknologi ini.

Pembelajaran dari Kasus AI Overpromise dan Kaitannya dengan AI Fatigue

Fenomena AI fatigue tidak muncul tanpa sebab. Beberapa kasus implementasi AI yang tidak memenuhi ekspektasi telah memberikan pelajaran berharga bagi industri teknologi dan berkontribusi pada meningkatnya kehati-hatian pasar terhadap klaim teknologi AI. Berikut adalah beberapa pembelajaran dari implementasi AI yang dapat membantu memahami pentingnya pendekatan yang realistis.

Salah satu pembelajaran penting didapatkan dari perjalanan IBM Watson Health. Diluncurkan dengan visi untuk mentransformasi perawatan kesehatan melalui kemampuan AI dalam diagnosis dan rekomendasi pengobatan, Watson Health menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan teknologi dengan alur kerja klinis yang kompleks. Meskipun IBM akhirnya merestrukturisasi divisi ini pada 2022, pengalaman tersebut telah memberikan wawasan berharga tentang kompleksitas penerapan AI di bidang kesehatan. Saat ini, IBM telah mengarahkan ulang fokus AI mereka ke area-area yang lebih terdefinisi dengan jelas seperti otomatisasi proses dan analitik bisnis, dengan hasil yang lebih terukur (Strickland, 2022).

Perkembangan teknologi kendaraan otonom juga memberikan pelajaran tentang pentingnya ekspektasi yang realistis. Meskipun timeline awal untuk “Full Self-Driving” terbukti terlalu optimistis, industri ini telah mencapai kemajuan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan seperti Tesla, Waymo, dan lainnya terus menyempurnakan teknologi mereka, dengan fokus yang lebih realistis pada peningkatan bertahap dan fitur keamanan yang kuat. Pendekatan yang lebih terukur ini telah menghasilkan kemajuan yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang (Knight, 2023).

Dalam kasus chatbot AI, pembelajaran dari insiden seperti Microsoft Tay telah mendorong pengembangan yang lebih bertanggung jawab. Sejak insiden tersebut, Microsoft dan perusahaan teknologi lainnya telah mengembangkan pendekatan yang lebih komprehensif untuk keamanan AI, termasuk pengujian yang lebih ketat dan mekanisme perlindungan yang lebih baik. Chatbot modern seperti GPT-4 dan Claude menunjukkan kemajuan signifikan dalam kemampuan memahami konteks dan menghindari konten problematik, meskipun tantangan tetap ada (Vincent, 2023).

Kasus-kasus tersebut memiliki kaitan dengan fenomena AI fatigue. Ketika organisasi dan konsumen dihadapkan pada janji-janji teknologi AI yang tidak sepenuhnya terpenuhi dalam jangka waktu yang diharapkan, mereka cenderung mengembangkan sikap lebih hati-hati terhadap klaim baru. Menurut survei Gartner (2023), 65% eksekutif IT kini menerapkan pendekatan yang lebih selektif dalam proyek AI baru, dengan fokus pada kasus penggunaan yang terdefinisi dengan jelas dan memiliki ROI yang terukur.

Pembelajaran dari kasus-kasus ini menunjukkan bahwa untuk mengatasi AI fatigue, penting bagi perusahaan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih terukur dan fokus pada nilai nyata. Alih-alih menjanjikan transformasi revolusioner, perusahaan yang berhasil dalam era AI saat ini cenderung fokus pada peningkatan inkremental yang memberikan nilai bisnis yang jelas dan terukur.

Perbedaan Antara AI yang Relevan dan AI yang Hebat

Saat ini, penting bagi kita untuk membedakan antara AI yang sekadar “hebat” secara teknologi dan AI yang benar-benar “relevan” bagi kebutuhan bisnis. Perbedaan ini bukan hanya semantik, tetapi memiliki implikasi nyata pada nilai bisnis yang dihasilkan dan pengalaman pengguna.

AI yang hebat secara teknologi biasanya dicirikan oleh kemampuan komputasi yang luar biasa, algoritma canggih, dan fitur-fitur mutakhir yang mengesankan dalam demonstrasi. Teknologi semacam ini sering menjadi pusat perhatian dalam konferensi teknologi dan artikel berita. Namun, kecanggihan teknologi semata tidak menjamin bahwa AI tersebut akan memberikan nilai bisnis yang nyata. Sebaliknya, AI yang relevan dirancang dengan pemahaman mendalam tentang konteks penggunaan, kebutuhan spesifik pengguna, dan masalah bisnis yang ingin dipecahkan.

Penelitian yang diterbitkan oleh Journal of the Academy of Marketing Science mengungkapkan bahwa dampak tertinggi dari AI pada pemasaran berada pada industri seperti barang konsumen, ritel, perbankan, dan perjalanan yang melibatkan kontak dengan banyak pelanggan dan menghasilkan data transaksi pelanggan dalam jumlah besar. Dalam konteks ini, relevansi AI terhadap kebutuhan spesifik industri jauh lebih penting daripada kecanggihan teknologi semata (Davenport et al., 2019).

Salah satu contoh nyata dari perbedaan ini dapat dilihat dalam implementasi AI untuk personalisasi pengalaman pelanggan. AI yang hebat mungkin dapat menganalisis dataset yang menampung jutaan data dan menghasilkan rekomendasi yang sangat terpersonalisasi. Tetapi jika rekomendasi tersebut tidak mempertimbangkan konteks penggunaan atau preferensi aktual pelanggan, hasilnya bisa jadi membuat pelanggan kewalahan, bahkan merasa tidak nyaman atau merasa tidak terbantu. Di sisi lain, AI yang relevan mungkin menggunakan dataset yang lebih kecil tetapi lebih kontekstual, menghasilkan rekomendasi yang lebih sederhana namun jauh lebih berguna dan diterima oleh pelanggan.

Penelitian oleh Li & Kang (2025) menemukan bahwa, “Konsumen barang mewah yang berinteraksi dengan AI yang sangat canggih menunjukkan tingkat penundaan pembelian yang lebih rendah”. Kata “canggih” dalam penelitian ini mengarah pada kemampuan AI pada objek penelitian yang dapat melakukan komputasi tinggi dengan memberikan personalisasi yang tepat, serta kemampuannya dalam memahami emosi dan kognitif konsumen. Seperti demikianlah persepsi konsumen pada penelitian tersebut, sehingga AI dapat meningkatkan kepercayaannya untuk dapat melakukan pembelian. Temuan ini menekankan bahwa persepsi pengguna tentang AI—bukan hanya kemampuan teknisnya—sangat penting untuk keberhasilan implementasi.

Dalam konteks bisnis Indonesia, di mana adopsi teknologi masih berkembang dan sumber daya mungkin lebih terbatas dibandingkan dengan pasar global, fokus pada AI yang relevan menjadi semakin penting. Bisnis Indonesia perlu solusi AI yang tidak hanya canggih tetapi juga sesuai dengan kebutuhan spesifik, infrastruktur yang tersedia, dan konteks budaya lokal.

Dampak AI pada Pengambilan Keputusan Konsumen

Salah satu aspek paling signifikan dari implementasi AI adalah dampaknya pada proses pengambilan keputusan konsumen. Teknologi AI yang terlalu kompleks atau tidak dirancang dengan mempertimbangkan pengalaman konsumen dapat menyebabkan apa yang disebut sebagai “kelelahan keputusan” atau decision fatigue.

Kelelahan keputusan terjadi ketika seseorang dihadapkan pada terlalu banyak pilihan atau informasi, yang mengakibatkan penurunan kualitas keputusan atau bahkan penundaan dalam mengambil keputusan. Dalam konteks AI, fenomena ini dapat terjadi ketika sistem AI menyajikan terlalu banyak opsi atau rekomendasi kepada konsumen tanpa mempertimbangkan kapasitas kognitifnya.

Terdapat temuan menarik pada penelitian  Li & Kang (2025), persepsi konsumen tentang AI memainkan peran penting dalam menentukan dampaknya pada pengambilan keputusan. “Tingkat kecanggihan AI bergantung pada persepsi konsumen tentang keadaan mentalnya, termasuk dua dimensi: agency (berkaitan dengan berpikir dan kognisi) dan experience (terkait dengan perasaan dan emosi)”. Ketika konsumen menganggap AI memiliki kualitas seperti pikiran manusia, mereka cenderung lebih mempercayai rekomendasi yang diberikan, yang kemudian dapat mengurangi decision fatigue.

Namun, penting untuk dicatat bahwa persepsi ini sangat bergantung pada bagaimana AI diimplementasikan dan dikomunikasikan kepada konsumen. AI yang dirancang dengan mempertimbangkan pengalaman konsumen dan konteks penggunaan lebih mungkin dipersepsikan secara positif dan lebih efektif dalam membantu pengambilan keputusan. Dalam konteks bisnis, pemahaman tentang dampak AI pada pengambilan keputusan konsumen sangat penting untuk merancang solusi yang tidak hanya canggih secara teknologi tetapi juga benar-benar membantu dan meningkatkan pengalaman konsumen.

Implementasi AI yang Efektif dalam Bisnis

Dalam era di mana AI semakin menjadi bagian integral dari strategi bisnis, penting untuk memahami bagaimana mengimplementasikan teknologi ini secara efektif. Salah satu prinsip kunci yang muncul dari penelitian terbaru adalah bahwa AI seharusnya berfungsi sebagai augmentasi (peningkatan kemampuan).

Davenport et al. (2019) menyatakan bahwa AI akan lebih efektif bila dapat memperkuat, bukan menggantikan total kemampuan manusia. Pendekatan ini mengakui bahwa meskipun AI memiliki kemampuan luar biasa dalam menganalisis data dan mengotomatisasi tugas-tugas tertentu, teknologi ini masih memiliki keterbatasan dalam hal kreativitas, empati, dan pemahaman kontekstual yang merupakan kekuatan manusia. Dengan menggabungkan kekuatan AI dengan kecerdasan manusia, bisnis dapat mencapai hasil yang jauh lebih baik daripada mengandalkan salah satunya saja.

Contoh nyata dari pendekatan augmentasi ini dapat dilihat dalam industri penjualan. Penelitian Davenport et al. (2019) menunjukkan bahwa, “AI dapat membantu proses penjualan dengan memantau percakapan telepon secara real-time dan memberikan umpan balik kepada penjual tentang cara pendekatan selanjutnya”. Dalam skenario ini, AI tidak menggantikan tenaga penjualan manusia tetapi memperkuat kemampuan manusia dengan memberikan wawasan dan rekomendasi yang mungkin luput dari perhatian mereka.

Namun, implementasi AI yang efektif juga memerlukan kesadaran akan keterbatasan teknologi saat ini. Sebagaimana dicatat juga dalam penelitian, “kemampuan teknologi yang diperlukan untuk mengeksekusi beberapa kasus penggunaan masih belum memadai” dan “analitik prediktif perlu ditingkatkan secara substansial” sebelum beberapa aplikasi AI yang lebih ambisius dapat diimplementasikan secara efektif (Davenport et al., 2019). Pengakuan akan keterbatasan ini penting untuk menghindari jebakan overpromise yang sering menyebabkan AI fatigue.

Strategi implementasi AI yang efektif juga harus mempertimbangkan dampaknya pada pengalaman pelanggan. Meskipun AI dapat menawarkan personalisasi yang lebih besar dan efisiensi yang lebih tinggi, implementasi yang buruk dapat menyebabkan pelanggan merasa tidak nyaman atau bahkan terganggu. Sebagai contoh, penelitian mencatat bahwa dalam konteks penjualan, “AI dapat memperkuat kemampuan tenaga penjualan, tetapi juga dapat memicu konsekuensi negatif yang tidak diinginkan, terutama jika pelanggan merasa tidak nyaman dengan AI yang memantau percakapan” (Davenport et al., 2019).

Untuk bisnis di Indonesia yang sedang mempertimbangkan implementasi AI, penting untuk mengadopsi pendekatan yang seimbang dan realistis. Ini berarti fokus pada solusi AI yang relevan dengan kebutuhan bisnis spesifik, memahami keterbatasan teknologi saat ini, dan merancang implementasi yang memperkuat kemampuan manusia.

Peran Crocodic dalam Mengembangkan AI yang Relevan

Di tengah dunia teknologi yang terus berkembang dan fenomena AI fatigue yang semakin meluas, Crocodic memposisikan diri sebagai mitra teknologi yang fokus pada pengembangan solusi AI yang relevan dan tepat guna untuk bisnis di Indonesia. Pendekatan Crocodic dalam pengembangan AI didasarkan pada pemahaman mendalam tentang kebutuhan spesifik klien dan konteks bisnis lokal, bukan sekadar mengejar tren teknologi global.

Crocodic memahami bahwa implementasi AI yang sukses dimulai dengan identifikasi masalah bisnis yang jelas dan spesifik. Alih-alih menawarkan solusi AI generik yang mungkin canggih secara teknologi tetapi tidak relevan dengan kebutuhan klien, Crocodic mengadopsi pendekatan konsultatif untuk memahami tantangan unik yang dihadapi oleh setiap klien dan merancang solusi yang benar-benar menjawab tantangan tersebut.

Pendekatan ini sejalan dengan temuan penelitian yang menekankan pentingnya relevansi dalam implementasi AI. Sebagaimana tercatat pada penelitian Davenport et al. (2019) yang menyatakan bahwa, “dampak AI pada pemasaran tertinggi ada di industri seperti barang konsumen, ritel, perbankan, dan perjalanan yang melibatkan kontak dengan banyak pelanggan dan menghasilkan data transaksi pelanggan dalam jumlah besar”. Meskipun Crocodic saat ini masih dalam tahap eksplorasi solusi AI, Kami memiliki keunggulan unik berkat pengalaman sebelumnya dalam implementasi teknologi IoT di sektor-sektor strategis.

Pengalaman Crocodic dalam mengembangkan solusi IoT untuk sektor pertambangan dan akuakultur memberikan fondasi yang kuat untuk ekspansi ke solusi AI. Menurut data industri, sektor pertambangan dapat meningkatkan produktivitas hingga 20% melalui implementasi AI untuk analisis data sensor dan optimasi operasional (McKinsey, 2018). Sementara itu, industri akuakultur menghadapi tantangan dalam monitoring kualitas air dan kesehatan ikan yang dapat diatasi dengan solusi AI prediktif yang terintegrasi dengan infrastruktur IoT yang sudah ada. Dengan membangun di atas fondasi IoT yang telah terbukti, Crocodic dapat mengembangkan solusi AI yang benar-benar relevan dengan kebutuhan spesifik di sektor-sektor ini, memberikan nilai tambah yang signifikan tanpa perlu memulai dari awal.

Crocodic juga memahami pentingnya mengelola ekspektasi dalam implementasi AI. Alih-alih membuat janji-janji muluk yang mungkin tidak dapat dipenuhi, Crocodic mengadopsi pendekatan transparan dan realistis, menjelaskan dengan jelas apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh teknologi AI saat ini. Pendekatan ini membantu klien menghindari jebakan ekspektasi berlebih yang bisa menyebabkan AI fatigue.

Langkah-langkah Menuju Implementasi AI yang Tepat Guna

Mengimplementasikan AI yang relevan dan tepat guna bukanlah proses yang terjadi dalam semalam. Dibutuhkan pendekatan sistematis dan strategis untuk memastikan bahwa solusi AI yang dikembangkan benar-benar menjawab kebutuhan bisnis dan memberikan nilai yang nyata. Berikut adalah langkah-langkah kunci menuju implementasi AI yang tepat guna.

Langkah pertama dan mungkin yang paling penting adalah identifikasi kebutuhan bisnis yang sebenarnya. Tidak jarang perusahaan tergoda untuk mengimplementasikan AI hanya karena teknologi ini sedang tren, tanpa pemahaman yang jelas tentang masalah spesifik yang ingin mereka pecahkan. Pendekatan yang lebih efektif adalah memulai dengan masalah bisnis yang jelas dan kemudian mengevaluasi apakah AI adalah solusi yang tepat. Davenport et al. (2019) menyatakan, “para manajer pemasaran dan peneliti memerlukan pemahaman yang jelas tentang potensi sebenarnya dari AI, serta tahapan dan jangka waktu perkembangannya di masa depan”. Pemahaman ini penting untuk menyelaraskan ekspektasi dengan kemampuan teknologi saat ini.

Setelah kebutuhan bisnis teridentifikasi dengan jelas, langkah berikutnya adalah memilih solusi AI yang sesuai. Ini melibatkan evaluasi berbagai pendekatan dan teknologi AI untuk menentukan mana yang paling sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan. Penting untuk diingat bahwa solusi yang paling canggih secara teknologi tidak selalu yang paling efektif. Penelitian dalam Journal of Retailing and Consumer Services, “AI yang terlalu kompleks dapat menyebabkan kelelahan keputusan dan konsekuensi negatif lainnya” (Li & Kang, 2025). Oleh karena itu, dampaknya pada pengalaman pengguna dan proses bisnis yang ada sangat penting untuk diperhatikan.

Implementasi AI yang sukses juga memerlukan pendekatan iteratif dan berbasis data. Setelah solusi AI diimplementasikan, penting untuk secara konsisten mengukur efektivitasnya dan melakukan penyesuaian berdasarkan data yang diperoleh. Ini melibatkan penetapan metrik keberhasilan yang jelas, pengumpulan data tentang kinerja solusi, dan analisis data tersebut untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk terus menyempurnakan solusi AI mereka dan memastikan bahwa solusi tersebut tetap relevan dengan kebutuhan bisnis yang berkembang.

Hal yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa implementasi AI mempertimbangkan faktor manusia. Ini berarti melibatkan pemangku kepentingan manusia dalam proses pengembangan dan implementasi, memberikan pelatihan yang memadai, dan merancang solusi yang bekerja secara harmonis dengan proses dan sistem yang ada. Pengembangan dengan perhatian pada manusia ini bisa diterapkan menggunakan prinsip Human-Centered AI (HCAI).

Akhirnya, implementasi AI yang tepat guna memerlukan kesadaran akan implikasi etis dan sosial yang lebih luas. Ini melibatkan pertimbangan tentang privasi data, potensi bias algoritma yang diterapkan, dan dampak pada tenaga kerja dan masyarakat secara keseluruhan. Perusahaan yang mengimplementasikan AI juga harus proaktif dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah-masalah ini untuk memastikan bahwa solusi mereka tidak hanya efektif secara teknis tetapi juga bertanggung jawab secara sosial. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, bisnis di Indonesia dapat mengembangkan dan mengimplementasikan solusi AI yang benar-benar relevan.

Kesimpulan

Perbedaan antara AI yang hebat dan AI yang relevan menjadi semakin penting dalam lanskap teknologi saat ini. Sementara kecanggihan teknologi sering menjadi fokus perhatian, nilai bisnis yang sebenarnya terletak pada relevansi, sejauh mana solusi AI menjawab kebutuhan spesifik perusahaan. Fenomena AI fatigue yang semakin meluas menunjukkan bahaya dari pendekatan yang terlalu menekankan kecanggihan teknologi tanpa mempertimbangkan konteks penggunaan, yang mana sering berakhir dengan kekecewaan dan skeptisisme. 

Penelitian menunjukkan bahwa AI paling efektif ketika berfungsi sebagai augmentasi terhadap kemampuan manusia, bukan sebagai pengganti (Davenport et al., 2019). Untuk bisnis di Indonesia, pesan utamanya jelas: fokus pada relevansi, bukan hanya kecanggihan. Dengan pendekatan yang mengutamakan solusi AI yang relevan dan tepat sasaran, Crocodic berperan sebagai mitra strategis yang membantu perusahaan di Indonesia mengoptimalkan potensi AI. Pendekatan ini memungkinkan bisnis menghindari jebakan ekspektasi berlebihan dan kekecewaan yang kerap menyertai adopsi teknologi baru, sehingga investasi teknologi memberikan nilai nyata yang tepat dan berguna.

Sumber

Agrawal, A., Gans, J., & Goldfarb, A. (2018). Prediction Machines: The Simple Economics of Artificial Intelligence. Harvard Business Review Press.

Chui, M., Manyika, J., Miremadi, M., Henke, N., Chung, R., Nel, P., & Malhotra, S. (2018). Notes from the AI frontier: Applications and value of deep learning. McKinsey Global Institute.

Columbus, L. (2019). 10 Ways AI Is Going To Improve Marketing In 2019. Forbes.

Davenport, T., Guha, A., Grewal, D., & Bressgott, T. (2019). How artificial intelligence will change the future of marketing. Journal of the Academy of Marketing Science, 48, 24-42. https://doi.org/10.1007/s11747-019-00696-0.

Gartner. (2023). Gartner Survey Reveals 75% of Organizations Face AI Fatigue. Gartner Research.

Knight, W. (2023). The Hype Around Self-Driving Cars and AI Promises. MIT Technology Review.

Li, J., Kang, J. (2025). Less stress, fewer delays: The role of sophisticated AI in mitigating decision fatigue and purchase postponement in luxury retail. Journal of Retailing and Consumer Services, 85, https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2025.104268.

McKinsey Global Institute. (2018). Notes from the AI frontier: Applications and value of deep learning. McKinsey & Company. https://www.mckinsey.com/featured-insights/artificial-intelligence/notes-from-the-ai-frontier-applications-and-value-of-deep-learning

Strickland, E. (2022). IBM Watson Health’s Downfall: A Lesson in AI Overpromise. IEEE Spectrum.

Vincent, J. (2016). Twitter taught Microsoft’s AI chatbot to be a racist asshole in less than a day. The Verge.