Blog Home
Table of Content

The Pre-Project Checklist: Memastikan Customized Software & IoT Mencapai Nilai Bisnis

By : crocodic 03 November 2025

The Pre-Project Checklist: Memastikan Customized Software & IoT Mencapai Nilai Bisnis

Image by freepik

Banyak orang mengira bahwa membangun sistem kustom (baik software maupun IoT) semata-mata hanya merupakan persoalan teknis. Padahal, justru tahap persiapan awal yang sering menentukan sukses atau gagalnya proyek. Bahkan studi menunjukkan hingga 70% proyek transformasi digital gagal mencapai tujuannya, dan hampir separuh kegagalan tersebut disebabkan oleh requirement atau kebutuhan proyek yang tidak didefinisikan dengan jelas sejak awal (Boston Consulting Group and McKinsey, dikutip dari Sire). Sering kali, calon klien terburu-buru karena memerlukan estimasi biaya padahal sistem yang diperlukan belum dirumuskan. Tanpa kejelasan fondasi, proyek rentan melenceng dari tujuan, adanya pembengkakan biayanya, atau bahkan gagal karena tidak membantu menyelesaikan masalah apapun (Zigron, 2025). Sebagian perusahaan sudah memiliki standarisasi dalam penyampaian kebutuhan sistemnya, lalu bagaimana jika belum memilikinya? Agar hal yang merugikan tidak terjadi bagi Anda yang belum memiliki dokumen standar kebutuhan sistem, berikut lima langkah persiapan minimal yang sebaiknya dilakukan sebelum masuk ke tahap pengembangan sistem.

1. Mengenali Masalah Bisnis yang Hendak Diselesaikan

Langkah pertama, definisikan dengan jelas apa masalah utama dalam bisnis yang ingin diselesaikan dengan sistem baru. Terlalu sering perusahaan langsung menyimpulkan “Kami butuh sistem baru”, padahal mungkin yang diperlukan hanyalah perbaikan alur kerja atau digitalisasi sederhana. Mengidentifikasi akar permasalahan akan membantu memastikan solusi yang dibangun tepat sasaran.

Penekanan ini didukung hasil riset yang menyatakan bahwa cukup banyak proyek gagal karena sejak awal tim tidak memiliki definisi masalah yang jelas, dan malah tergoda memulai dari sisi teknologi tanpa memahami kebutuhan bisnisnya (Zigron, 2025). Pendekatan “tembak teknologi dulu, masalah bisa disesuaikan” inilah yang tidak tepat, karena nantinya akan ada kesenjangan antara masalah dan solusi. 

Contohnya saja, suatu perusahaan memiliki Human Resource Information System (HRIS) yang sudah dipakai dalam waktu yang lama. HRIS membantu HR menangani administrasi, dan perhitungan payroll. Penilaian kinerja SDM dilakukan secara manual dan terkadang memiliki hasil yang bias. Demi meningkatkan hasil penilaian kinerja SDM, perusahaan mulai menetapkan Key Performance Indicator (KPI) baru sebagai dasar evaluasi, dan juga mengintegrasikan sistem IoT untuk absensi. Karena era ini gencar akan teknologi AI, perusahaan beranggapan perlu AI tersendiri dengan harapan dapat membantu dalam penilaian kinerja. Sebelum sampai di situ, masalah utama perlu diidentifikasikan. Permasalahannya adalah: 1) proses penilaian kinerja SDM masih manual dan hasilnya tidak objektif, 2) sudah tersedia sumber data, tapi belum memiliki cara efisien untuk mengolahnya. Cukup sampai poin ini, karena solusi tidak bisa langsung dirumuskan begitu saja. Bisa saja solusinya tidak selalu harus menggunakan AI. Tanpa AI, perusahaan tetap bisa memanfaatkan teknologi lain untuk mengukur kinerja, seperti HRIS modern yang mendukung dashboard KPI, platform analytics sederhana untuk memvisualisasi performa, integrasi IoT untuk tracking data secara realtime, atau workflow automation berbasis low-code/ no-code.

Hal ini penting karena hasil penilaian kinerja dipengaruhi banyak faktor lain, seperti jumlah karyawan, kompleksitas tugas, budaya kerja, dan kualitas data yang dikumpulkan. Dengan memahami inti masalah, perusahaan dapat memilih teknologi yang fit dengan kebutuhan dan kondisi mereka, alih-alih langsung tergiur solusi AI yang mungkin overfitting.

Pada dasarnya, apabila masalah dan kondisi terkait sudah diidentifikasikan dengan baik, maka langkah menuju perumusan solusi bisa menjadi lebih efisien. Gambaran solusi menjadi lebih jelas, sehingga konsep awal penyelesaian sudah mulai dapat didalami mengikuti kondisi detail yang dimiliki perusahaan. Hal ini sesuai dengan proses tim analis Crocodic yang memulai analisis dari pemahaman masalah.

2. Definisikan Tujuan dan Output yang Jelas

Setelah masalah bisnis teridentifikasi, tentukan tujuan proyek dan output yang terukur. Tim pengembang dan stakeholder harus sama-sama memahami indikator sukses proyek ini. Apakah sistem dibangun untuk meningkatkan efisiensi operasional, mempercepat pengambilan keputusan, atau menyediakan laporan yang lebih transparan? Tujuan yang jelas akan menjadi kompas sepanjang proyek.

Tujuan tersebut sebaiknya dikaitkan dengan KPI proyek yang spesifik. Contohnya masih di HRIS, KPI yang bisa ditetapkan misalnya sebagai berikut.

  • Jumlah laporan kinerja per periode di dashboard KPI, memungkinkan review rutin tanpa delay.
  • Tingkat akurasi penilaian kinerja dibanding metode manual sebelumnya, untuk evaluasi lebih objektif.
  • Waktu penyusunan laporan kinerja yang dipangkas berkat workflow automation atau analytics HRIS.

Dengan KPI, semua pihak memiliki acuan yang sama untuk menilai keberhasilan. Ada fakta dari Project Management Institute, bahwa 37% proyek gagal karena tidak memiliki tujuan dan milestone yang terdefinisi dengan baik sejak awal. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan top performer selalu memastikan setiap inisiatif dikaitkan dengan hasil bisnis yang jelas dan KPI terukur sejak fase perencanaan (Zigron, 2025). Menetapkan target terukur juga membantu menjaga agar fitur-fitur yang dikembangkan tetap fokus pada pencapaian nilai bisnis tersebut.

3. Kesiapan Data dan Infrastruktur

Sistem secanggih apapun tidak akan berguna tanpa data dan infrastruktur pendukung yang memadai. Karena itu, sebelum mulai pembangunan, mari evaluasi terlebih dahulu kesiapan data dan infrastruktur teknologi di perusahaan.

  • Untuk software
    Pastikan data bisnis yang akan digunakan sudah tersedia dan dalam kondisi rapi serta konsisten. Data yang belum bersih atau silo (terpencar-pencar dan tidak konsisten) akan menyulitkan proses integrasi dan menghambat kinerja sistem. Luangkan waktu untuk membersihkan dan menata data sejak awal. Menurut studi, kualitas data yang buruk dapat membuat insight dari sistem baru menjadi tidak ada artinya atau tidak dapat diakses dengan baik (Zigron, 2025). Dengan data yang siap pakai, maka pengembangan fitur seperti pelaporan atau analitik akan berjalan lebih lancar dan akurat.
  • Untuk IoT
    Perhatikan aspek infrastruktur fisik dan jaringan. Apakah lokasi instalasi device IoT memiliki konektivitas internet yang stabil? Bagaimana kualitas sensor yang akan dipakai? Apakah tersedia sumber energi yang cukup? Contohnya jika sensor akan ditempatkan di area pedesaan terpencil, mungkin diperlukan solusi off-grid seperti panel surya untuk sumber dayanya. Hal-hal ini krusial karena banyak inisiatif IoT gagal akibat infrastruktur yang tidak siap. Kurangnya jaringan/ internet yang memadai merupakan salah satu penghambat utama adopsi IoT di lapangan (Shad, 2023). Bahkan, laporan industri menunjukkan 3 dari 4 proyek IoT terhenti di tahap pilot dan tidak pernah berlanjut ke produksi karena tantangan seperti konektivitas dan skalabilitas (Zigron, 2025). Investasi awal pada kesiapan data dan infrastruktur sering terlupakan, padahal itu merupakan fondasi yang turut menentukan kelancaran implementasi nantinya. Lebih baik mengatasi kekurangan infrastruktur di awal daripada mendapati sistem tidak berfungsi optimal setelah selesai diproduksi.

Perlu diingat bahwa proses ini sudah cukup sampai di evaluasi saja. Informasi mengenai current state ini sudah dapat memberikan titik terang untuk membatasi cakupan proyek dan membantu dalam melakukan desain sistem.

4. Libatkan Stakeholder dan Pahami Alur Proses

Kita perlu mengingat bahwa sistem dibangun bukan untuk teknologi itu sendiri, tetapi untuk orang-orang yang menggunakannya (end-user). Maka dari itu, melibatkan stakeholder sejak fase perencanaan sangatlah penting. Beberapa hal yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut.

  • Siapa saja pengguna akhir yang akan menggunakan sistemnya?
  • Siapa pemilik proses atau manajemen yang akan mengambil keputusan berbasis sistem ini?
  • Bagaimana workflow mereka saat ini, dan bagaimana seharusnya alur tersebut ketika sistem diterapkan?

Mendokumentasikan workflow atau proses bisnis saat ini dalam bentuk diagram alur yang sederhana bisa sangat membantu. Dengan memahami alur proses, tim analis dan developer dapat merancang sistem yang benar-benar usable dan sesuai konteks operasional perusahaan. Misalnya skema persetujuan cuti dalam HRIS melibatkan 2 level manager dan 1 HR, informasi tersebut akan memengaruhi desain fitur otorisasi dalam software.

Keterlibatan stakeholder juga meningkatkan buy-in dan akurasi requirement. Proyek bisa gagal jika hanya didorong dari atas tanpa dukungan pengguna lapangan, atau sebaliknya dikembangkan terpisah oleh tim IT tanpa arahan jelas dari manajemen. Melibatkan end-user sejak tahap requirement hingga uji coba terbukti menjadi penentu kesuksesan proyek software, karena produk akhir jadi selaras dengan kebutuhan nyata mereka (Sire, 2023). Dengan kolaborasi antara tim developer, end-user, dan manajemen, maka risiko miskomunikasi dapat diminimalkan. Jangan ragu melakukan workshop atau diskusi lintas departemen untuk memetakan kebutuhan dan ekspektasi semua pihak. Komunikasi yang jelas sejak awal akan mencegah kesalahpahaman antara istilah teknis dan tujuan bisnis, yang kerap menjadi sumber kegagalan implementasi (Shad, 2023).

5. Terbuka Perihal Anggaran dan Timeline Untuk Kesepakatan Pendekatan Pembangunan Sistem

Crocodic memulai proyek setelah pendalaman kebutuhan dan adanya kesepakatan harga dan timeline, sehingga tidak ada skenario proyek berjalan lalu berhenti karena dana. Peran perusahaan bukan menghitung biaya teknis, melainkan penyampaian informasi seperti di poin-poin sebelumnya, ditambah keterbukaan rentang anggaran yang nyaman bagi perusahaan. Dengan hal tersebut, tim pengembang akan lebih mudah memetakan ruang lingkup yang realistis lalu menawarkan beberapa opsi solusi agar dapat disesuaikan dengan keadaan perusahaan. 

Timeline juga bukan “angka sepihak”, melainkan komitmen dua pihak. Perusahaan dapat menyusunnya bersama, seperti halnya Crocodic yang berkomitmen untuk pencapaian kesepakatan berdasarkan prioritas kebutuhan yang disepakati, kesiapan data/ integrasi dari sisi perusahaan, kapasitas tim, dan jeda untuk review

Sebagai insight, salah satu strategi efektif untuk mengontrol budget dan waktu, terutama dalam pembangunan sistem IoT adalah membangun MVP (Minimum Viable Product) terlebih dahulu. MVP merupakan versi awal sistem dengan fitur paling minimal yang masih memberikan nilai inti. Dengan MVP, perusahaan dapat menguji solusi inti dengan cepat, lalu mengumpulkan review pengguna untuk perbaikan. Pendekatan ini selaras dengan metodologi Agile yang diterapkan Crocodic, di mana pengembangan dilakukan secara iteratif dan fleksibel. Keunggulannya, jika ternyata ada perubahan kebutuhan atau masukan baru, iterasi selanjutnya bisa segera menyesuaikan tanpa terlanjur menghabiskan anggaran pada fitur yang salah arah. Penelitian menunjukkan proyek yang dijalankan secara Agile memiliki tingkat kesuksesan lebih tinggi dibanding pendekatan tradisional Waterfall,  sekitar 64% proyek Agile sukses vs hanya 49% pada Waterfall (MindBees, 2025). Hal ini karena Agile fokus pada delivery bertahap yang adaptif terhadap perubahan, sedangkan Waterfall cenderung mengikuti rencana awal. Untuk proyek IoT sendiri, Crocodic juga dapat menyiapkan prototipe general sebagai demo di awal guna memberikan gambaran nyata kepada perusahaan sebelum pembangunan sistem penuh dimulai.

Namun, perlu dipertimbangkan juga karakteristik proyek dan perusahaan. Jika sejak awal kebutuhan sudah sangat jelas, terdefinisi detail, dan kecil kemungkinan berubah, pendekatan Waterfall yang terstruktur mungkin dapat diterapkan dengan baik. Metode ini menuntut perencanaan menyeluruh di awal dan eksekusi berurutan sesuai rencana tersebut, sehingga cocok untuk proyek dengan requirement yang fixed dan lingkup yang stabil (Brooks, 2025). Keuntungannya, timeline dan budget dapat diprediksi lebih akurat karena ruang lingkup perubahan sangat minim. Crocodic sendiri fleksibel dalam menerapkan metodologi, untuk perusahaan yang masih eksplorasi kebutuhan, Kami menyarankan Agile, sedangkan untuk proyek dengan ruang lingkup jelas dan terbatas, model Waterfall dapat menjadi solusi. 

Dari sisi anggaran pun, Crocodic berusaha menyesuaikan solusi dengan masalah yang ada dan dapat memberikan opsi sesuai kondisi ataupun budget. Tentunya, diperlukan pendalaman kebutuhan terlebih dahulu.

Intinya, tetapkan ekspektasi yang realistis mengenai apa yang bisa dicapai dalam batasan waktu dan biaya tertentu. Diskusikan dengan tim pengembang mengenai prioritas fitur: dahulukan fitur yang memberi dampak bisnis terbesar. Dengan demikian, apabila terjadi kendala waktu atau biaya, fitur-fitur non-esensial bisa ditunda tanpa menggagalkan tujuan utama proyek. Perencanaan budget dan timeline bersama yang matang, ditambah eksekusi bertahap, akan membantu menjaga proyek tetap on track dan mengurangi risiko kegagalan di tengah jalan.

Penutup

Melakukan persiapan minimal seperti memahami masalah bisnis inti, menetapkan tujuan terukur, memastikan kesiapan data dan infrastruktur, melibatkan stakeholder, serta merencanakan budget dan timeline secara realistis merupakan langkah-langkah krusial untuk memastikan proyek sistem kustom berjalan sukses. Banyak kegagalan proyek sebenarnya bisa dicegah dengan memperkuat fondasi ini sejak awal. Jika Anda sedang merencanakan pembangunan software atau solusi IoT kustom, Anda bisa menyiapkan gagasan inti dari poin-poin di atas. Apakah harus semuanya? Tentu tidak,  namun sebuah studi menegaskan bahwa proyek dengan praktik manajemen yang matang mampu 2,5 kali lebih sukses pencapaiannya dibanding yang kurang perencanaan yang menekankan betapa pentingnya tahap persiapan (Wicker, 2025).

Walau demikian, Anda tidak perlu khawatir karena Crocodic dapat membantu Anda mulai dari validasi ide, analisis kebutuhan, hingga implementasi sistem sesuai kebutuhan bisnis. Identifikasi permasalahan dan tujuan kerap kali sudah menjadi bekal berharga untuk tahap selanjutnya ya! Dengan fondasi persiapan yang kuat dan bimbingan tim profesional, investasi teknologi Anda akan benar-benar memberikan nilai nyata bagi bisnis, bukan sekadar menjadi proyek coba-coba. Semoga informasi ini bermanfaat dalam mempersiapkan proyek Anda selanjutnya!

Daftar Pustaka

Brooks, E. (2025). Why the Waterfall Method Still Holds Value in Modern Software Development Ones Blog. https://ones.com/blog/waterfall-method-value-modern-software-development

MindBees. (2025). Agile vs. Waterfall: Pick Your Best Dev Model. https://www.mindbees.com/blog/agile-vs-waterfall-software-development

Project Management Institute. (2017). Success rates rise: Transforming the high cost of low performance. PMI’s Pulse of the Profession (9th Global Project Management Survey).

Sire, T.  (2023). “Why Do Software Development Projects Fail?” Requiment Blog. https://www.requiment.com/why-do-software-development-projects-fail

Wicker, D. (2025).  “Top 50 Project Management Statistics for 2025” Ravetree Blog. https://www.ravetree.com/blog/top-50-project-management-statistics-for-2025

Zigron. (2025). “Why IoT Projects Fail (and What the Top 1% Are Doing Differently)” Zigron Blog. https://zigron.com/2025/08/25/iot-project-failure-success-strategies

Shad, A. (2023). “Decoding IoT Project Failures: Why Do Most IoT Projects in Industrial Sectors Stumble?” Ellenex  Tech Blog. https://www.ellenex.com/post/decoding-iot-projects-failures-why-do-most-iot-projects-in-industrial-sectors-stumble