Kondisi ekonomi akhir-akhir ini memberikan tekanan pada eksekutif hingga tim Pengalaman Pengguna (UX) untuk menunjukkan hasil yang langsung dan terukur. Namun tidak ada kriteria keberhasilan yang benar dan dapat diukur yang ditentukan untuk UX.
Mengapa sulit mengukur keberhasilan UX? Karena klien tidak menyadari bahwa UX dapat diukur. Seorang UX designer hanya menyajikan solusi sebagai pemecahan masalah yang berlandaskan misi inti organisasi.
Pada kenyataannya, UX masih diperlakukan seolah-olah itu adalah topik yang sangat subjektif untuk diukur. Misalkan dalam beberapa kasus, kesuksesan UX hanya diukur dengan kalimat kualitatif seperti “sekarang lebih mudah digunakan” , “lebih baik dari sebelumnya” atau “kami menguji 5-7 pengguna dan mereka semua mengatakan itu lebih bersahabat”.
Tanpa pengukuran kesuksesan UX yang kredibel, Anda berisiko tidak dapat mengukur kesuksesan Anda. Sehingga, pada akhirnya Anda tidak dapat menyelaraskan tujuan pengembangan dengan tujuan bisnis organisasi dan hasil yang diinginkan. Hal ini sering kali mengakibatkan tujuan UX menjadi sangat tidak fokus, tidak terdefinisi, dan mudah diubah seketika.
Pada dasarnya, Anda harus mengungkapkan data yang sangat subjektif tentang kesuksesan atau kegagalan UX Anda, namun itu akan membuat Anda tidak fokus pada tujuan menciptakan pengalaman pengguna (UX) itu sendiri.
Kesimpulannya, Keberhasilan UX sangat sulit diukur karena masih diperlakukan seolah-olah itu adalah topik yang sangat subjektif. Hal ini sering kali mengakibatkan upaya UX menjadi sangat tidak fokus, tidak terdefinisi, dan mudah diubah seketika.